Hardiknas 2025: Menilik Warisan Ki Hajar Dewantara, Pendiri Sistem Pendidikan Indonesia

Hardiknas 2025: Menilik Warisan Ki Hajar Dewantara, Pendiri Sistem Pendidikan Indonesia



– Hari Pendidikan Nasional atau Hardiknas 2025 jatuh pada Jumat (2/5/2025).

Setiap tahunnya, Indonesia memperingati kelahiran Ki Hajar Dewantara atas jasa-jasanya dalam memperjuangkan pendidikan di era pergerakan nasional dan pascakemerdekaan.

Penentuan Hari Pendidikan Nasional ini sesuai dengan Keputusan Presiden Nomor 316 Tahun 1959 yang ditetapkan pada tanggal 16 Desember 1959.

Pada Hardiknas, instansi pendidikan dari berbagai tingkat akan mengadakan upacara disertai penyampaian pidato dari pejabat pendidikan setempat.

Tokoh Ki Hajar Dewantara bukanlah orang asing di bidang pendidikan. Yang memiliki nama lengkap Raden Mas Soewardi Soerjaningrat pernah menjadi Menteri Pendidikan pertama dan menduduki posisi tersebut mulai tanggal 2 September 1945 sampai dengan 14 November 1945.

Selama berupaya meningkatkan pendidikan di Indonesia bahkan sebelum kemerdekaan, cucu dari pahlawannasionalNyia gengSerangan sudahmewarisakaneka-nekakebutuhanuntukgenerasiseterusnya.
(Note: I preserved “Nyi Ageng Serang” as it seems like a proper noun referring to a national hero.)

Filosofi Pendidikan oleh Ki Hajar Dewantara

Selama hayatnya, Ki Hajar Dewantara mengusulkan tiga prinsip pendidikan yang merupakan bagian penting dari warisannya.

Menurut laman resmi Inspektorat Jenderal Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah Republik Indonesia, trilogi pendidikannya adalah sebagai berikut: ”
Di depan memberi contoh, di tengah membangun tekad, dibelakang mendukung dengan penuh semangat.
.”

Berikut makna dari filosofi Ki Hajar Dewantara:


  • Ing Ngarsa Sung Tuladha

    : di depan memberi contoh

  • Ing Madya Mangun Karsa

    : di tengah membangun semangat

  • Tut Wuri Handayani

    : dari belakang memberikan dukungan.

Secara umum, filsafat tersebut menggambarkan sebuah pendidikan yang mempengaruhi berbagai aspek dengan komprehensif.

Bagaimana pendidikan dapat bertindak sebagai panutan, menciptakan inspirasi, serta membantu peserta didiknya untuk mengarungi hidup.

Satu dari filosofi tersebut, “Tut Wuri Handayani”, berperan sebagai moto di bidang pendidikan Indonesia.

Di samping ide trilogi yang populer, Ki Hajar Dewantara juga diakui sebagai salah satu pemimpin dalam gerakan nasional.

Semangat perjuangan pantang menyerah

Cerita tentang perjuangan Ki Hajar Dewantara yang tak pernah surut pun menjadi warisan bagi generasi mendatang agar tetap bersemangat dalam menuntun ilmu pengetahuan.

Perjuangananya sebagai pahlwan nasional tidak terbatas pada satu sisi saja, tetapi melalui beragam jalan yang tersedia.

Pernah merasakan isolasi ketika bekerja sebagai jurnalistik sampai akhirnya mendirikan sebuah parti bersama kawan-kawannya, Tiga Serangai.

Pernah ditekankan ketika bekerja sebagai jurnalistik

Ki Hajar Dewantara menempuh pendidikan di berbagai lembaga pengajaran sebagaimana beberapa sekolah sebagaiikut:
Europeesche Lagere School
(ELS) dan
Sekolah untuk Pelatihan Dokter Lokal
(STOVIA) di Jakarta.

Tetapi, dia belum menuntaskan studinya di STOVIA disebabkan oleh masalah kesehatan.

Meskipun ia tak menamatkan pendidikannya di STOVIA, Ki Hajar Dewantara berusaha untuk mencapai kesejahteraan dalam bidang pendidikan dengan menyatukan unsur-unsur pendidikan modern bersama-sama dengan nilai-nilai tradisional Jawa.

Bukan hanya itu, dia terkenal pula karena kecerdasan dan tajinya dalam berkarier sebagai jurnalistik.

Karyanya mencakup kritikan pedas terhadap pemerintahan kolonial Belanda dan telah dipublikasikan di beberapa media cetak seperti Sediotomo, De Express, serta Oetoesan Hindia.

Salah satu karya terluar biasa miliknya ialah “صند$fdata
Jika Saya Seorang Belanda
” atau yang berarti “Seandainya Aku Seorang Belanda”.

Karena tulisannya itu, Ki Hajar Dewantara diasingkan ke Pulau Bangka oleh Pemerintah Kolinial Belanda.

Mendirikan partai politik

Pada tahun 1912, Ki Hajar Dewantara membangun
Indsche Partij
Bersama dengan Cipto Mangunkusumo serta Douwes Dekker (Danudirdja Setyabudi), mereka terkenal sebagai Tiga Serangkai.

Indische Partij
menjadi partai politik pertama beraliran nasionals untuk memperjuangkan kemerdekaan Indonesia.

Mendirikan Taman Siswa

Setelah diasingkan dan menghadapi penolakan Belanda karena partai yang didirikan, Ki Hajar Dewantara membangun sebuah sekolah bernama
National Onderwijs Instituut
Perguruan Taman Siswa (Taman Siswa).

Melalui lembaga pendidikan ini, dia menghadirkan peluang belajar bagi masyarakat asli yang sebelumnya tidak diberi kesetaraan dengan kaum bangsawan ataupun warga Belanda.

Tidak sama dengan sistem pendidikan Belanda, Taman Siswa menawarkan kesempatan untuk berekspresi secara bebas. Ki Hajar Dewantara bahkan menghilangkan metode “peringatan dan hukuman” yang pernah digunakan sebelumnya.

Tujuan utamanya adalah membentuk generasi yang mencintai negaranya dan berkomitmen untuk mempertahankan kedaulatan Indonesia.

Post Comment