TNI Deploy Pasukan ke Kantor Kejaksaan Nasional, ISESS: Harus Ingatkan Panglima TNI
– Surat telegram dari Panglima TNI Jenderal TNI Agus Subiyanto tentang penyebaran tentara ke kantor kejaksaan di semua wilayah Indonesia telah menimbulkan kontroversi. Terkait dengan hal ini, Co-Founder Institute for Security and Strategic Studies (ISESSH), Khairul Fahmi mengungkapkan pendapatnya dan berpendapat bahwa harus ada pengingat bagi Panglima TNI terkait keputusan tersebut.
Fahmi mengemukakan hal tersebut dengan beberapa dasar. Ini meliputi regulasi hukum yang menaungi TNI. Ia menyebutkan bahwa kerjasama antar institusi sangat dibutuhkan. Akan tetapi, TNI harus tetap patuh terhadap batasan tugasnya seperti dijelaskan dalam UU tentang TNI. Selain itu, mereka juga wajib senantiasa melestarikan sikap netral serta keprofesionalannya.
“Pemimpin TNI sebaiknya ditekankan bahwa walaupun kerjasama antar institusi sangat penting, TNI harus tetap menghormati batas tugas mereka menurut undang-undang, serta memelihara kemandirian dan profesionalisme. Menggunakan tenaga militer untuk masalah-masalah sipil cuma dapat dipertahankan saat ada situasi genting, bukan ketika urgensi dari kondisi tersebut belum jelas,” ungkapnya pada hari Kamis (15/5).
Bukan sekadar itu saja, Fahmi berpendapat bahwa kejaksaan selaku institusi penegak hukum perlu menjadi teladan dalam melestarikan integritas serta supremasi hukum dengan mengonfirmasi bahwa kolaborasi di antara badan-badan diselenggarakan atas landasan legalitas yang tegas dan sejalan dengan otoritas setiap pihak.
“Penerapan tenaga militer dalam masalah sipil seharusnya didasari oleh argumen yang valid, tidak meredupkan batasan wewenang, serta tidak membentuk preseden yang berisiko,” tambahnya.
Fahmi menekankan bahwa jangan sampai ada tindakan yang kelihatan melebihi batas wewenang atau membimbing pendapat publik pada arah yang salah, apalagi hal tersebut bisa menyulitkan hubungan di antara institusi pemerintahan. Di samping itu, instansi-instansi pemerintah perlu lebih peka ketika membuat keputusan.
“Setiap tindakan yang dilakukan oleh institusi pemerintah seharusnya tak cuma mematuhi undang-undang, tapi juga peka terhadap implikasi sosial dan politisnya. Kolaborasi perlu didasari atas pertimbangan tanggung jawab publik, jernihnya aturan hukum, serta menghargai asas-asas tata kelola pemerintahan yang baik,” papar Fahmi.
Sebelumnya, Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejagung Harli Siregar mengatakan hal tersebut ketika ditemui para jurnalis di Jakarta pada hari Rabu (14/5). Ia menjelaskan bahwa TNI hanyalah membantu dan menjamin keamanan dalam mendukung tugas kejaksaan tanpa adanya tujuan lain selain yang dibutuhkan.
“Perbantuan atau dukungan pengamanan yang diberikan oleh rekan-rekan dari TNI di lembaga kita sebenarnya tidak berhubungan dengan proses pelaksanaan tugas-tugas fungsional dalam penegakan hukum yang dilakukan oleh kejaksaan,” ujar Harli.
Dia menggarisbawahi bahwa peranan militer dalam memberikan perlindungan pada kejaksaan negeri dan kepolisian daerah di seluruh tanah air terbatas pada aspek fizikal saja, misalnya bangunan perkantoran serta seputarnya. Hal itu tidak mencakup urusan-urusan lain termasuk tugas penerapan undang-undang. Pasalnya, hal-hal semacam ini ditanganinya dengan mandiri oleh institusi penuntut umum.
“Saya jelaskan bahwa tugas bantuan dalam memberikan keamanan yang dilaksanakan oleh TNI cenderung berfokus pada pemeliharaan keamanan fisikal untuk aset dan bangunan,” katanya.
Pada saat yang sama, Kapuspen TNI Mayjen TNI Kristomei Sianturi mengatakan bahwa telegram yang dikeluarkan oleh komandan tertinggi TNI adalah elemen dari kolaborasi keamanan yang bersifat standar dan pencegahan. Dia menjelaskan bahwa praktik ini telah terjadi selama ini.
“Bantuan TNI terhadap kejaksaan adalah sebagian dari kerjasama formal di antara Tentara Nasional Indonesia dan Kejaksaan Republik Indonesia yang dicatatkan dalam Berita Acara Persetujuan No. BK/6/IV/2023/TNI pada tanggal 6 April 2023,” jelas Kristomei.
Post Comment