5 Gaya Mengatur Keuangan Pasca-Menikah: Cocok dengan ProfilMana?



– Usai pernikahan, manajemen finansial umumnya berbeda. Apabila masih lajang, cukup atur urusan keuangan pribadi saja; akan tetapi sesudah kawin mungkin waktunya untuk mengurus dana dari kedua belah pihak pasangan.

Pada fase ini, siapa pun yang telah berkeluarga diwajibkan untuk membahas manajemen finansial keluarga bersama-sama. Ini harus dilakukan oleh suami dan istri supaya keduanya dapat menciptakan visi yang seragam tentang bagaimana mengatur uang mereka.

Prita Hapsari Ghozie, Perencana Keuangan dari Zapfinance, menyebut bahwa tahap awal yang penting adalah memilih seorang manajer keuangan di keluarga. Orang ini bisa saja suami atau istrinya, tergantung pada siapa yang memiliki keterampilan lebih baik dalam mengatur finansial.

“Tentu saja, seorang manager dituntut untuk menyusun laporan, dan laporan-laporan ini lah yang akan dibagikan ketika melakukan komunikasi tersebut,” ungkap Prita di dalam acara YouTube Zapfinance TV, seperti dilansir pada hari Minggu (27/4).

Berikutnya, setelah berumah tangga, penting untuk mengatur target finansial keluarga. Ini mencakup membeli tempat tinggal, menyediakan dana pendidikan bagi buah hati, merencanakan anggaran mobil, menyiapkan uang untuk jalan-jalan, serta membekali tabungan masa pensiun.

“Ke Lima dana tersebut harus didiskusikan, terutama mengenai tenggat waktu yang ditetapkan serta strategi meraihnya. Jangan lupakn pula menyisihkan dana darurat beserta tujuan finansial lainnya,” ungkap Prita.

Untuk menjangkau sasaran finansial keluarga itu, terdapat 5 jenis manajemen keuangan antara suami dan istri yang dapat dipertimbangkan oleh setiap pasangan.

Prita mengungkapkan bahwa tak ada model sempurna untuk manajemen keuangan pasca pernikahan. Semuanya harus disesuaikan dengan persetujuan bersama antara suami dan istri agar dapat mencapai sasaran finansial rumah tangga. Setiap jenis punya plus-minusnya sendiri yang unik.

1. Tim suami + istri 100 persen untuk keluarga

Di mana suami dan istri sama-sama 100 persen menggabungkan seluruh penghasilan yang mereka miliki ke dalam rumah tangga. Jadi memang gaji suami istri dimasukan ke dalam satu pundi pundi kemudian akan digunakan untuk keperluan keluarga.

Manfaatnya adalah daya dukungan sumber daya keluarga menjadi lebih solid, yang pada gilirannya membuat pencapaian target finansial bersama biasanya jauh lebih muda. Namun di sisi lain, ada kerugian seperti keterbatasan dalam hal pengaturan anggaran untuk keperluan pribadi. Terkadang masalah dan rasa cemas bisa timbul antara pasangan suami istri, sebut Prita.

2. Pasangan suami sepenuhnya berfokus pada keluarganya, sedangkan pasangan istri fokus hanya kepada sang istri.

Apabila anda memutuskan pilihan ini, seluruh pendapatan suami menjadi hak keluarga, sementara pendapatan isteri dialokasikan khusus untuk dirinya sendiri. Umumnya dalam skema semacam ini, anggaran belanja bagi sang suami dapat dikurangi oleh si isteri. Namun demikian, sebaiknya pasangan suami-istri menentukan perjanjian terlebih dulu sebelum mengambil keputusan tersebut supaya mencegah timbulnya rasa bersalah nantinya.

“Keuntungan dari jenis ini adalah suami akan mendapat perhatian lebih dari istrinya. Namun, jika sang istri kurang mahir dalam mengatur keuangan, kondisi finansial keluarga bisa terancam,” jelas Prita.

3. Tim Suami sebanyak 50-80% dana tersebut dialokasikan ke dalam keluarga, sementara sisanya ditabung pribadi. Sebaliknya, pendapatan istri sepenuhnya digunakan oleh dirinya sendiri.

Menurut Prita, jenis ini hampir sama dengan jenis kedua, perbedaannya adalah suami telah menentukan alokasinya sendiri. Sejumlah pasangan merasa metode ini lebih adil dan memberi kontrol pada suami atas keuangan pribadinya.

Beberapa alasannya, beberapa suami menganut pendekatan ini sebab mereka memiliki ruang hitam terkait finansial dari pengalaman hidup lampau. Ruang hitam itu seperti ingatan tertentu pada masa kanak-kanak yang membuatnya tak betah untuk menyerahkan seluruh gajinya kepada pasangan dan anak-anak.

“Perihal semacam itu tak dapat kami nilai, namun sesungguhnya merupakan persoalan individu tiap orang yang lebih baik diatasi sendiri-sendiri. Keuntungan dari jenis ini adalah sang suami memiliki kontrol atas keperluannya. Bila benar-benar si suami jago dalam berinvestasi, maka hartanya sebagai hasil investasi keluarga akan berkembang dengan pesat,” terang Prita.

Namun demikian, terdapat pula aspek negatif di dalam hal ini. Pertama, apabila komunikasi antara kedua belah pihak tidak efektif, risiko timbulnya rasa curiga akan meningkat. Selanjutnya, bila jumlah pendapatan yang dialokasikan tak seimbang dengan anggaran keluarga, istrimu memiliki kecenderungan untuk mengalami hutang,” lanjut Prita.

4. Suami memiliki 50% kepemilikan atas A, B, C sedangkan istri memiliki 50% atas D, E, F

Secara umum, dalam jenis ini, Prita menjelaskan bahwa suami dan istri sama-sama bertanggung jawab dalam membagi tugas guna memenuhi keperluan keluarga. Terkadang, pendapatan mereka masing-masing tidak diberitahu satu sama lain, namun yang terpenting adalah semua kebutuhan tersebut sudah terselesaikan.

Sebagai contoh, pendapatan sang suami dialokasikan untuk melunasi angsuran rumah, biaya pendidikan anak-anak, serta keperluan sehari-hari. Sementara itu, penghasilan istrinya difungsikan untuk memenuhi tagihan listrik, pembayaran tagihan telepon, dan penambahan dana untuk berlibur.

Sesungguhnya itu boleh-boleh saja karena setiap pihak memiliki kemerdekaan untuk menentukan pengelolaan finansinya sendiri. Manfaatnya adalah kedua belah pihak merasakan rasa adil dalam pembagian anggaran, terlebih bagi pasangan yang berada di tengah-tengah antara membantu orangtua dan mendidik anak-anak mereka. Dengan demikian, mereka tak merasa bermusuhan saat menyisihkan sebagian uang untuk keluarga besar.

“Pernahannya adalah, bila salah satu anggota mengalami penurunan pendapatan, kondisi finansial keluarga dapat menjadi kacau. Mengapa demikian? Karena 50 persen dari apa yang diserahkan mungkin akan mengecil,” ungkap Prita.

5. Pasukan wanita sudah siap

Yang terakhir adalah jenis keluarga di mana istrinya mengatur keuangan rumah tangga. Menurut Prita, skema seperti ini sering diterapkan apabila seorang pasangan tidak memiliki pekerjaan formal. Cara kerjanya biasanya melibatkan istri yang meminta bagian dari pendapatan suaminya. Selanjutnya, sang suami akan menanggung biaya-biaya tetap dan berkala tersebut.

Jika terdapat pengeluaran tambahan selain dari pengeluaran rutin, Prita menyebut bahwa dalam jenis ini istrinya perlu memohon kembali.

“Berdasar pengamatan Prita, perencanaan keuangan yang kurang tersampaikan dengan jelas dapat membahayakan situasi, khususnya bila tak adanya dana darurat bagi keluarga itu menjadi masalah,” katanya.

Walau begitu, suami merasa lebih tenang dan istri tidak repot. Akan tetapi, downside-nya adalah apabila muncul resiko finansial seperti ketika satu pihak jatuh sakit, maka pasangan dengan jenis manajemen keuangan ini dapat menghadapi potensi krisis dalam kondisi ekonomi rumah tangga yang bisa menurun drastis atau bahkan hancur.

Maka, jenis apa yang akan kamu pilih?

Post Comment